Friday, July 20, 2012

Kisah Ibu dan Tiga Kantong Beras



Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang.

Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah.
Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut.


Dan kemudian berkata kepada ibunya: " Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana". 

Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya.
Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : " Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.

Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna.

Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya" .Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam- macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !" 

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.

Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi."
Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.

Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu." Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point.

Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. 

Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi."Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar. 

Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata: "Oh Mamaku


Selengkapnya...

Tuesday, July 17, 2012

Pengusaha dan Malaikat


Pengusaha & Malaikat

      Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke. Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia roh seorang malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.
Malaikat memulai pembicaraan, “Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup. Dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia !
“Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . ” kata si pengusaha ini dengan yakinnya.

     Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.
    Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, “Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit.”
     Dengan lembut si Malaikat berkata, “Anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu.”
     Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka.”
  Kata Malaikat, “Aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu.”
    Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh, ” Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah. Hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri.”
      Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat.”
   Melihat peristiwa itu, tanpa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini bahwa dia bukanlah suami yang baik. Dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya. Malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.
      Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini,penyesalan yang luar biasa. Tapi waktunya sudah terlambat ! Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang!
     Dengan setengah bergumam dia bertanya,”Apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?”
    Jawab si Malaikat, “Ada beberapa yang berdoa buatmu. Tapi mereka tidak tulus. Bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik. Bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah.”
    Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia. Tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam.

Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, “Anakku, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu!! Kau tidak jadi meninggal,karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00.”

Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.

“Bukankah itu Panti Asuhan?” kata si pengusaha pelan.

“Benar anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri.”

“Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU. Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu.”

Doa sangat besar kuasanya. Tak jarang kita malas. Tidak punya waktu. Tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain.

Ketika kita mengingat seorang sahabat lama/keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia. Mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia. Di saat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi.

Hindarilah perbuatan menyakiti orang lain… Sebaliknya perbanyaklah berdoa buat orang lain.

Sumber : www.jawaban.com
Selengkapnya...

Saturday, July 14, 2012

Keledai & Tuan nya



Alkisah di suatu waktu, ada seorang lelaki yang hendak menjual keledainya ke pasar. Dia mengajak anaknya semata wayang untuk berangkat bersama. Berhubung tempat tinggal mereka jauh letaknya, maka dia menyuruh anaknya untuk naik ke atas keledai tersebut, dan sang ayah berjalan di depan sambil memegang tali kekang.

Selang beberapa lama mereka berpapasan dengan tetangga mereka, seorang penebang kayu yang baru pulang dari hutan. Pria tersebut menyapa mereka dan berbincang-bincang tentang tujuan mereka. Di akhir perbincangan, dia berkata :

“Nak, harusnya kamu sadar diri. Ayahmu kan sudah tua, masa dia yang harus berjalan kaki sementara kamu duduk santai di atas keledai. Dasar anak tidak berbakti!”

Orang tersebut pun berlalu. Sang anak merasa tak enak, kemudian turun dari keledainya dan menganjurkan supaya ayah-nya saja yang duduk di atas keledai dan dia berjalan di depan sambil menuntun memegang tali kekang. Sang ayah setuju.

Beberapa jauh kemudian, mereka berpapasan dengan rombongan pengelana dan kali ini sang ayah mendapat umpatan :

“Orang tua kejam, anaknya disuruh berjalan sementara dia sendiri enak-enakan duduk di atas keledai. Dasar orang tua tidak berperasaan!”

Ayah dan anak itu pun tertegun. Setelah rombongan pengelana itu berlalu, sang ayah pun memutuskan kalau lebih baik mereka berdua naik bersama di atas keledai tersebut. Sang anak pun menurut. Lalu mereka melanjutkan perjalanan dengan harapan tidak akan ada orang lain yang mencela mereka.

Setelah mendekati daerah pasar, mereka melihat seorang ibu yang sedang dalam perjalan pulang dari pasar. Dari kejauhan mereka dapat melihat kalau ibu itu memperhatikan mereka, tetapi sang ibu tidak melontarkan satu kata pun. Merasa kali ini mereka sudah membuat keputusan yang tepat, mereka terus berjalan hingga berpapasan dengan sang ibu. Tiba-tiba ibu itu dengan lantang berkata :

“Eee, kalian benar-benar manusia gak berprihewanan. Keledai sudah kecil begitu masih aja dipaksa ngangkut kalian berdua! Heran deh gue???”

Jengkel dengan komentar orang-orang, maka ayah dan anak itupun turun dari keledai, dan mereka berjalan di samping menuntun keledai. Melihat hal itu, orang-orang pun tak hentinya bekomentar lagi :

“Lihatlah, betapa bodohnya mereka. Mereka punya keledai untuk dikendarai, malah mereka hanya menuntun keledainya tidak ditunggangi. Dasar ayah dan anak sama-sama o’on!”

Akhirnya mereka berdua hanya bisa diam.

Kisah ini cuma kiasan saja, bukanlah hal seperti itu sering terjadi dalam kehidupan kita? Memang sulit untuk memuaskan keinginan semua orang karena sering kali selalu salah dimata mereka. Yakinlah akan perbuatan dan tujuan baik yang dilakukan, jangan tergantung pada pandangan dan pendapat orang lain. Jika itu tujuan dan cara yang benar, maka lakukanlah



Sumber : Milis ForSat
Selengkapnya...

Friday, July 13, 2012

Bersama sama Kita pasti bisa

Bob Butler kehilangan kedua kakinya pada tahun 1965 akibat ledakan ranjau di Vietnam. Ia kembali ke negerinya sebagai pahlawan perang. Dua puluh tahun kemudian IA sekali lagi membuktikan kepahlawanan yang murni berasal dari lubuk hatinya. Butler sedang bekerja di garasi rumahnya di sebuah kota kecil di Arizona pada suatu Hari dalam musim panas ketika IA mendengar jeritan seorang wanita dari salah satu rumah tetangganya. Ia menggelindingkan kursi rodanya ke rumah ini, tetapi semak-sem
ak yang tinggi di rumah itu tidak memungkinkan kursi rodanya mencapai pintu belakang. Maka veteran itu keluar dari kursinya Dan merangkak tanpa peduli debu Dan semak yang harus dilewatinya. “Aku harus sampai ke sana,” ucapnya dalam hati. “Tak peduli bagaimanapun sulitnya.” Ketika Butler tiba di rumah itu, IA tahu bahwa jeritan itu datang dari arah kolam. Di sana seorang anak perempuan berusia kira-kira tiga tahun sedang terbenam di dalamnya. Anak itu lahir tanpa lengan, sehingga ketika IA jatuh ke dalam kolam IA tidak dapat berenang. Sang ibu hanya bisa berdiri mematung sambil menangisi putri kecilnya. Butler langsung menceburkan diri Dan menyelam ke dalam dasar kolam lalu membawanya naik. Wajah anak bernama Stephanie itu sudah membiru, denyut nadinya tidak terasa Dan IA tidak benapas. Butler segera berusaha melakukan pernafasan buatan untuk menghidupkannya kembali sementara ibunya menghubungi pemadam kebakaran melalui telepon. Ia diberitahu bahwa petugas kesehatan kebetulan sedang bertugas di tempat lain. Dengan putus ASA, IA terisak-isak sambil memeluk pundak Butler. Sementara terus melakukan pernafasan buatan, Butler dengan tenang meyakinkan sang ibu bahwa Stephanie akan selamat. “Jangan cemas,” katanya. “Saya menjadi tangannya untuk keluar dari kolam itu. Ia akan baik-baik saja. Sekarang saya akan menjadi paru-parunya. Bila bersama-sama Kita pasti bisa.” Beberapa saat kemudian anak kecil itu mulai terbatuk-batuk, sadar kembali Dan mulai menangis. Ketika mereka saling berpelukan Dan bergembira bersama-sama, sang ibu bertanya kepada Butler tentang bagaimana IA yakin bahwa anaknya akan selamat. “Ketika kaki saya remuk terkena ledakan di Vietnam, saya sedang sendirian di sebuah ladang,” ceritanya kepada perempuan itu. “Tidak Ada orang lain di sekitar situ yang bisa menolong kecuali seorang gadis Vietnam yang masih kecil. Sambil berjuang menyeretnya ke desa, gadis itu berbisik dalam bahasa Inggris patah-patah, “Tidak apa-apa. Anda akan hidup. Saya akan menjadi kaki Anda. Bersama-sama Kita pasti bisa.” “Ini kesempatan bagi saya untuk membalas yang pernah saya terima,” katanya kepada ibu Stephanie. Kita semua adalah malaikat-malaikat bersayap sebelah. Hanya bila saling membantu Kita semua dapat terbang ( Luciano De Crescenzo. ) Selengkapnya...

Thursday, July 12, 2012

Satu jam saja TUHAN


Tuhan...Beri aku waktu 1 jam saja...



      Los Felidas adalah nama sebuah jalan di ibu kota, sebuah negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh diseluruh kota. Ada sebuah kisah yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang, dan itu dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa ia bukan penduduk asli disitu, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya.
Selengkapnya...